Ditolak Warga, Rapat Eks PKI di Boyolali Batal

Sejumlah perwakilan Ormas Islam di Solo mendatangi rumah Sudiyono terkait adanya pertemuan eks PKI

Solo, IDM News - Paska terjadinya peristiwa malam berdarah G30S/PKI tahun 1965, secara resmi partai komunis yang berlambangkan palu arit itu dinyatakan sebagai partai terlarang oleh Soeharto dengan dikeluarkannya TAP MPRS No 25 Tahun 1966.

Isi dari TAP MPRS tersebut diantaranya adalah larangan bagi seseorang menyebarkan dan mengembangkan paham komunisme/Marxisme dan Leninisme baik secara lesan maupun tulisan di seluruh tanah air Indonesia. Tidak hanya itu, TAP MPRS tersebut juga melarang seluruh aktifitas organisasi yang menjadi bagian dari "mantel" dan underbow PKI. Barang siapa yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai hukum pidana sesuai dengan perbuatannya.

Mengingat TAP MPRS yang melarang adanya penyebaran paham-paham komunis masih berlaku bahkan diperkuat dengan UU No 27 Tahun 1999 Tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, maka seseorang dapat ditangkap dan dijatuhi pidana jika kedapatan menyebarkan paham atau ideologi yang berkaitan dengan komunisme.

Komandan kodim 0712/Tegal Letkol Inf Hari Santoso menunjukkan lima judul buku Partai Komunis Indonesia (PKI) yang disita dari sebuah mal, di Kodim 0712 Tegal, Jawa Tengah, Tabu (11/5). Kodim 0712 Tegal mengamankan sebanyak 90 buku PKI dari stand buku pada pameran di salah satu mal, karena dinilai melanggar hukum di Indonesia. antara foto/oky lukmansyah/ama/16

Hal ini pernah diungkapkan oleh Badrodin Haiti saat masih menjabat sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) tahun 2016 lalu.

"Di situ tercantum soal pembubaran PKI dan melarang Komunisme, larangan terhadap penyebaran ajaran-ajaran Komunisme, Leninisme dan Marxisme. Dan pelakunya dapat ditindak dengan UU No 27 Tahun 1999." ujar Badrodin Haiti saat itu seperti dilansir dari laman Kompas (10/5/2016).

Terkait peredaran logo palu arit, simbol, buku yang berkaitan dengan penyebaran paham komunisme, bahkan film yang mulai eksis saat ini telah memicu sikap penolakan dari masyarakat. Melalui sejumlah Ormas, masyarakat yang sudah berkoordinasi dengan aparat TNI - Polri di wilayahnya seketika melakukan aksi-aksi pembubaran jika menemukan adanya rapat gelap yang ditengarai adanya aktifitas para eks PKI.

Seperti yang terjadi di Boyolali baru-baru ini, setelah sebelumnya mendapat informasi sekelompok orang eks PKI dibawah koordinasi Bedjo Untung Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 (YPKP 65) Pusat datang ke Boyolali untuk memaparkan hasil Simposium yang diikutinya di Korea Selatan, Masyarakat Boyolali dan sejumlah Ormas dengan didampingi anggota TNI - Polri mendatangi salah satu rumah warga bernama Sudiyono di Dukuh Sidosari, Kranggeneng Kec. Boyolali yang rumahnya dicurigai akan dijadikan sebagai lokasi rapat "gelap" oleh para eks PKI di Boyolali.

Masyarakat mulai membubarkan diri setelah mendapat jaminan tidak akan ada pertemuan eks PKI di desanya

Wagimin salah satu perwakilan FPI Solo dalam pertemuan tersebut mengatakan jika seluruh Ormas Islam se Solo Raya menolak keras adanya pertemuan eks PKI di boyolali dan akan membubarkan paksa jika acara tersebut tetap digelar.

"Dalam hal ini kita Ormas Islam tidak akan menerima dan menolak dengan keras rencana perkumpulan eks PKI ini, yang mana akan membahas hasil simposium di Korea untuk dimintai testimoni bahwa mereka (PKI) adalah korban bukan pelaku dan berencana mendesak pemerintah minta maaf pada PKI" ungkapnya, Minggu (18/10/2018).

***
Editor : Wicaksono
Sumber : IDM News

banner
Advertisement
loading...
Diberdayakan oleh Blogger.
close
Banner iklan disini